Makalah Diplomasi
MAKALAH
DIPLOMASI
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Syarief Hidayat,
M.S.
Disusun Oleh:
Gilang Ramadan 180910130049
Jurusan Sastra Arab
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Padjadjaran
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
1.1.A. Pengertian Diplomasi
Diplomasi berasal dari kata Yunani
“diploun” yang berarti “melipat”. Menurut the Chamber’s Twenthieth Century
Dictionary, diplomasi adalah “the art of negotiation, especially o treaties
between states; political skill.” (seni berunding, khususnya tentang perjanjian
di antara negara-negara; keahlian politik). Di sini, yang pertama menekankan
kegiatannya sedangkan yang kedua meletakkan penekanan seni berundingnya. Ivo D.
Duchachek bependapat, “Diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek
pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan
negara lain. Tetapi diplomasi kadang-kadang dihubungkan dengan perang. Oleh
karena itulah Clausewitz, seorang filolsof Jerman, dalam pernyataannya yang
terkenal mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan diplomasi melalui sarana
lain.
Diplomasi merupakan suatu cara
komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negoisasi antara
wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik-praktik negara semacam itu sudah
melembaga sejak dahulu dan kemudian menjelma sebagai aturan-aturan hukum
internasional. Dengan demikian, diplomasi juga merupakan cara-cara yang
dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk mencapai tujuannya dan memperoleh
dukungan mengenai prinsip-prinsip yang diambilnya. Itu juga merupakan suatu
proses politik untuk membina kebijakan luar negeri yang dianut dan ditujukan
untuk mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain. Disamping itu,
diplomasi juga dianggap sebagai pengetahuan, mutu dan kepandaian untuk
membendung dan mengurangi adanya konflik internasional yang terjadi.
Menurut Brownlie, diplomasi
merupakan setiap cara yang diambil untuk mengadakan dan membina hubungan dan
berkomunikasi satu sama lain, atau melaksanakan transaksi politik maupun hukum
yang dalam setiap hal dilakukan melalui wakil-wakilnya yang mendapat otorisasi.
Diplomasi pada hakikatnya juga merupakan negoisasi dan hubungan antarnegara
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, untuk itu diperlukan suatu seni
dan kemampuan serta kepandaian untuk mempengaruhi seseorang sehingga dapat
tercapai tujuannya. Kemampuan untuk berunding itu harus dilakukan secara
maksimal agar dapat dicapai hasil yang maksimal pula dalam suatu system politik
dimana suatu perang mungkin bisa terjadi.
Diplomasi pada hakikatnya merupakan
kebiasaan untuk melakukan hubungan antarnegara melalui wakil resminya dan dapat
melibatkan seluruh proses hubungan luar negeri, perumusan kebijakan termasuk
pelaksanaannya. Dalam arti yang luas, diplomasi dan politik luar negeri adalah
sama. Namun, dalam arti yang sempit, atau lebih tradisional,diplomasi itu
melibatkan cara-cara dan mekanisme, sedangkan dalam politik luar negeri ada
dasar atau tujuannya. Dalam arti yang lebih terbatas, diplomasi meliputi teknik
operasioanl dimana negara mencari kepentingan di luar yuridiksinya.
1.
Ada yang menyamakan kata itu dengan “politik luar negeri”, misalnya
jika dikatakan “Diplomasi RI di Afrika perlu ditingkatkan”;
2.
Diplomasi dapat pula diartikan sebagai “perundingan” seperti sering
dinyatakan bahwa “Masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui
diplomasi”. Jadi perkataan diplomasi disini merupakan satu-satunya
mekanisme yaitu melalui perundingan”;
3.
Dapat pula diplomasi diartikan sebagai “dinas luar negeri” seperti dalam
ungkapan “Selama ini ia bekerja untuk diplomasi”;
4.
Ada juga yang menggunakan secara kiasan seperti dalam “pandai
berdiplomasi”yang berarti “pandai bersilat lidah”.
I.1.B. Sejarah Diplomasi
Perkembangan Diplomasi di India Kuno.
Diplomasi telah berlangsung dan
berkembang di india. Berdasarkan bukti tertulis yang menunjukan bahwa kegiatan
diplomatik telah berlangsung dan berkembang sejak lama Hal ini ditunjukan dari
ditemukannya referensi mengenai berbagai tipe utusan seperti duta, prahita,
palgala, suta dan sebagainya. Duta sebutkan sejak masa Regweda dan sesudahnya,
Istilah prahita digunakan pertama kali di kitab Yajurweda. Duta adalah ahli
dalam hal pengumpulan informasi mengenai kekuaan musuh, prahita merupakan
utusan yang dikirim oleh rajanya. Dalam hal
ini terlihat bahwa fungsi pada duta, yang dulunya berkerja sebagai pesan dan
utusan, telah diperluas pada periode Yajurweda dan telah dibebani tanggung
jawab baru.
Pada masa setelah Yajurweda, muncul berbagai contoh penunjukan wakil-wakil diplomatik oleh para penguasa untuk mewakili mereka di istana satu sama lain, baik dalam waktu damai maupun perang. Palgala dan Suta merupakan pejabat-pejabat tinggi yang memiliki pengaruh dalam pemilihan raja, mereka juga ditugaskan untuk membawa misi-misi diplomatik penting ke negara-negara lain. Palgala terutama berfungsi sebagai pembawa pesan politik ke negara-negara tetangga. Suta menjalankan sejumlah tugas seperti charioteer, penyebarluasan informasi dan lain-lain. Dimana dibawah suta-lah institusionaliasai diplomasi terwujud dalam sebuah departemen diplomasi dalam kerajaan kuno di India.
Perkembangan Diplomasi di Yunani Kuno
Thucydides memberikan gambaran tentang praktek-praktek diplomatik di Yunani Kuno sebagai berikut: Sejak abad ke-6 S.M. dan selanjutnya para warga kota Yunani melakukan praktek memilih ahli pidato mereka yang terbaik (biasanya beberapa) sebagai utusan mereka. Utusan-utusan ini dipercayai dengan tugas membela kasus mereka di depan majelis rakyat dari liga atau kota-kota lain dimana mereka dikirim untuk berunding. Mereka diharapkan mengajukan proposal dalam sebuah pidato. Perundingan atau negosiasi dilakukan secara lisan dan dimuka umum. Apabila negosiasi berhasil dan menghasilkan perjanjian, perjanjian diukir pada loteng suci agar bisa dilihat umum. Penandatanganan perjanjian dilakukan secara terbuka dan khidmat.
Perkembangan di Romawi Kuno
Tradisi diplomasi dan metode-metode diplomasi serta praktek-prakteknya ini disebarkan dari bangsa Yunani kepada bangsa Romawi. Romawi punya “practical sense” yang baik dan kapasitas administrasi yang mengagumkan. Tetapi mereka tidak membuat kontribusi yang penting pada perkembangan seni negosiasi yang sangat penting dalam diplomasi. Mereka lebih suka memaksakan kehendaknya daripada melakukan perundingan atas dasar timbal balik. Mereka menyerbu lawannya yang keras kepala dan hanya mengecualikan mereka yang mau tunduk pada kehendak Romawi; Dalam pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional, mereka menciptakan beberapa ungkapan seperti:
ius civile (hukum yang diterapkan pada warganegara Romawi);
ius gentium (hukum yang diterapkan pada warganegara Romawi dengan orang
asing);
ius naturale (hukum yang umum bagi seluruh umat manusia).
ius naturale (hukum yang umum bagi seluruh umat manusia).
1.1.C. Tugas dan Fungsi Diplomasi
Jika membicarakan tugas diplomasi
sebenarnya tidaklah terlepas dari tugas dari para pelakunya maupun
institusinya, utamanya seperti para diplomat dengan perwakilan diplomatiknya
yang berada di suatu negara sebagaimana tersebut dalam “Konvensi Wina 1961
Mengenai Hubungan Diplomatik”. Para diplomat dianggap sebagai corong
dari pemerintahanya dan saluran resmi komunikasi antara negara pengirim dan
negara penerima. Ada keyakinan bahwa berhasilnya diplomasi dari suatu
negara itu akan tergantung sekali dari bagaimana memilih para diplomatnya,
termasuk kemampuan serta kewenangannya dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini
memang terbukti dalam sejarah.
Tugas utama dari diplomat adalah
menyangkut keterwakilannya (representation) dari suatu negara di negara
lain. Ada yang menganggap bahwa para duta besar itu merupakan mata dan
telinga dari negaranya. Tugas mereka mencakupi keterwakilan diplomatik,
mengadakan pertukaran nota mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepentingan
bersama, melakukan perundingan mengenai yang bersifat strategis dan politis,
melindungi kepentingan warga negaranya di negara penerima, dan singkatnya
memberikan perlindungan serta memajukan kepentingan negara pengirim di negara
penerima.
Dalam menyelesaikan pertikaian atau permasalahan, duta besar tidak memiliki
kapal perang dan tidak pula mempunyai infanteri yang besar ataupun banteng,
senjata utamanya semata-mata hanyalah kata-kata dan kesempatan. Dalam
transaksi-transaksi yang penting, kesempatan berlalu sangat cepat. Sekali
hilang maka hal itu sukar dapat ditemukan lagi. Adalah merupakan pelanggaran
yang besar untuk menghilangkan demokrasi dari suatu kesempatan, karena
kesempatan itu dapat menghilangkan oligarki dan otokarsi. Menurut sistem itu,
tindakan dapat diambil dengan cepat dan hanya meminta dengan kata.
Aspek lain dalam Konvensi Wina 1961
yang menyangkut diplomasi adalah perundingan (negotiation) yang
dilakukan dengan pemerintah negara penerima. Perundingan dapat timbul karena
adanya sesuatu masalah yang berkaitan dengan perdagangan, komunikasi atau
mengenai masalah militer. Demikian juga perundingan itu bisa dilakukan karena
adanya tuntutan negaranya tehadap negara penerima atau sebaliknya.
Menurut Hans J. Morgenthau tugas diplomasi dapat dibagi dalam empat pokok:
1.
Diplomasi harus membentuk tujuan dalam rangka kekuatan yang sebenarnya
untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu negara yang ingin menciptakan
tujuan-tujuannya yang belum dicapai haruslah berhadapan dengan suatu risiko
untuk perang. Karena itu diperlukan suksesnya diplomasi untuk mencoba
mendapatkan tujuannya tersebut sesuai dengan kekuatannya.
2.
Di samping melakukan penilaian tentang tujuan-tujuannya dan kekuatannya
sendiri, diplomasi juga harus mengadakan penilaian tujuan dan kekuatan dari
negara-negara lainnya. Didalam hal ini, sesuatu negara haruslah menghadapi
resiko akan terjadinya peperangan, apabila diplomasi yang dilakukannya itu
salah dalam menilai mengenai tujuan dan kekuatan negara-negara lainnya.
3.
Diplomasi haruslah menentukan dalam hal apa perbedaan dalam tujuan-tujuan
itu dapat cocok satu sama lain. Diplomasi harus dilihat apakah kepentingan negaranya
sendiri dengan negara lain cocok. Jika jawabannya “tidak”, maka harus dicari
jalan keluar untuk merujukkan kepentingan-kepentingan tersebut.
4.
Diplomasi harus menggunakan cara-cara yang pantas dan sesuai seperti
kompromi, bujukan dan bahkan kadang-kadang ancaman kekerasan untuk mencapai
tujuan-tujuannya.
I.1.D. Pentingnya Diplomasi dalam
Hubungan Internasional
Negara Indonesia sebagai negara yang sudah merdeka dan
berdaulat sangat berhak untuk menentukan nasibnya sendiri serta kebijakan kebijakan
luar negerinya. Kita menyadari bahwa suatu bangsa dan negara tidak mungkin sanggup memenuhi semua kebutuhan warga
negaranya. Sehingga kerjasama dengan bangsa lain dalam bentuk hubungan
internasional mutlak diperlukan, baik yang menyangkut di bidang politik,
ekonomi maupun sosial dan budaya. Hubungan internasional Indonesia dengan
negara lain dilandasi oleh prinsip persamaan derajat dan didasarkan pada
politik luar negeri bebas aktif.
Mengenai pentingnya hubungan internasional bahwa setiap
negara memiliki sumber kekuatan yang berbeda beda. Ada negara yang kuat akan
sumber daya alam, ada juga yang banyak penduduknya, sementara ada negara lain
yang mengandalkan berlimpahnya jumlah ilmuwan. Kekurangan yang ada dapat
diatasi dengan saling berhubungan denga yang lain. Hal inilah yang melahirkan
hubungan internasional antar bangsa antar negara.
Kartasasmita dalam Suprapto (2005) menyatakan bahwa
Hubungan Internasional dimaksudkan untuk :
- Mempererat hubungan antar negara yang satu dengan yang lain
- Mengadakan kerjasama dalam rangka saling membantu
- Menjelaskan dan menegakkan kedaulatan dan batas-batas wilayah
- Mengadakan perdamaian dan perundingan pakta non agresi
- Mengadakan hubungan dagang atau ekonomi sesuai dengan kepentingan masing-masing
Diplomasi mempunyai peran yang sangat beragam dan banyak
untuk bermain di dalam hubungan internasional. Dalam menjalankan hubungan
antara masyarakat yang terorganisasi, diplomasi, dengan penerapan metode
negosiasi, persuasi, tukar pikiran, dan sebagainya, mengurangi kemungkinan
penggunaan kekuatan yang sering tersembunyi. Diplomasi merupakan salah satu
bagian penting dalam pemeliharaan perdamaian. Pentingnya diplomasi sebagai
pemelihara keseimbangan dan kedamaian tatanan internasional.
Diplomasi telah memainkan peranan besar dalam mengatur
kebijakan-kebijakan internasional. Banyak masalah yang nyata bisa diselesaikan
melalui diplomasi. Sehubungan dengan ini penelitian Richard W. Sterling mengatakan,
“sungguh, diplomasi adalah politik hubungan internasional, politik internsional
bagi arti yang paling tepat bagi istilah itu.” Pada intinya, pentingnya
diplomasi sebagai suatu instrument tatanan internasional yang damai tak bisa
dipungkiri dan mengoptimalkan aktivitas komunikasi internasional.
I.1.E. Berbagai Masalah Mengenai
Diplomasi
Bill Scott (1990) mengatakan dalam proses
komunikasi terdapat hambatan-hambatan, sebagai berikut:
- Apa yang dikatakan belum tentu didengar
- Apa yang didengar belum tentu dimengerti
- Apa yang dimengerti belum tentu diterima
- Pembicara mungkin tidak dapat mengetahui apa yang telah didengar/dimengerti/diterima oleh pendengar.
Blake dan Haroldsen juga menyimpulkan
beberapa sumber gangguan semantik, antara lain:
- Kata-kata yang dipergunakan terlalu sukar dimengerti atau dipahami komunikan.
- Perbedaan dalam memberikan arti kata denotatif pada kata-kata yang dipergunakan saat berkomunikasi.
- Perbedaan dalam memberikan arti kata konotatif pada kata-kata yang dipergunakan saat berkomunikasi.
- Pola kalimat yang dipergunakan komunikator membingungkan komunikan.
- Terdapat perbedaan budaya antara komunikator dengan komunikan.
Berikut merupakan kasus
permasalahan mengenai diplomasi yang dialami oleh menteri luar negeri tahun 2002,
“TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengakui
banyaknya hambatan di Deplu untuk menjalankan diplomasi dan politik luar negeri
Indonesia. “Adanya perubahan besar dan mendasar di dalam negeri, khususnya
reformasi, yang memungkinkan polarisasi pendapat dan fragmentasi,” katanya saat
ditemui di sela-sela peringatan hari ulang tahun ke-57 Departemen Luar Negeri
di kantornya, Senin (19/8) siang.
Hal itu
diungkapkannya bersamaan dengan adanya pertemuan Foreign Policy Breakfast di
tempat yang sama. Forum ini dihadiri Presiden Megawati Soekarnoputri, Menko
Perekonomian Dorodjatun Kutjoro-Jakti, Menko Kesra Yusuf Kalla. Dari luar
kabinet hadir lima bekas Menteri Luar Negeri, yakni Subandrio, Roeslan Abdul
Gani, Mochtar Kusumaatmaja, Ali Alatas, dan Alwi Shihab. Menlu mengungkapkan,
banyaknya tudingan akan lemahnya diplomasi Deplu juga banyak dipengaruhi
kekurangpahaman publik akan makna diplomasi sendiri. Dalam diplomasi, kata dia,
tidak semua hal bisa diutarakan kepada publik. “Banyak yang bersifat
secret-nya,” kata bekas Direktur Jenderal Politik di era Menteri Luar Negeri
Alwi Shihab ini.
Dia mencontohkan kasus pemulangan TKI
dari Malaysia dan penahanan Agus Dwikarna di Filipina. Dari kedua kasus itu,
kata Hassan, pemerintah dianggap lambat mengantisipasi dan menanganinya.
Padahal, kasus terjadi karena Indonesia tidak bisa mencampuri hukum di negeri
tersebut.
Untuk kasus
TKI pun, Hassan melanjutkan, pihaknya telah berusaha untuk memuluskan proses
pemulangan mereka. Hanya saja, penumpukan TKI ilegal yang memutuskan pulang di
akhir masa tenggang yang diberikan Malaysia memang menimbulkan masalah lain.
“Tiap hari dikeluarkan 2.000 paspor. Kita juga sudah upayakan agar TKI yang
telah memiliki dokumen bisa kembali bekerja jika pengusaha atau majikannya
menginginkan mereka kembali,” paparnya.”
BAB II
PEMBAHASAN
INSTRUMEN
DIPLOMASI
II.1
Kementrian Luar Negeri
-
Pengertian Kementrian Luar Negeri
Kementerian
Luar Negeri, disingkat Kemlu, (dahulu Departemen Luar Negeri, disingkat Deplu)
adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan luar negeri. Kementerian Luar
Negeri dipimpin oleh seorang Menteri Luar
Negeri(Menlu) yang
sejak tanggal 27 Oktober 2009 dijabat oleh Retno Marsudi dan Wakil Menteri yang dijabat oleh Abdurrahman
Mohammad Fachir yang dilantik
oleh Presiden Joko Widodo sejak 27 Oktober 2014 bersamaan
dengan pelantikan menteri Kabinet Kerja.
Kementerian
Luar Negeri merupakan salah satu dari tiga kementerian (bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan) yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945. Kementerian Luar Negeri tidak dapat diubah atau
dibubarkan oleh presiden.
Menteri Luar Negeri secara bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan bertindak sebagai pelaksana tugas kepresidenan jika
Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan
Fungsi Kementrian Luar Negeri
Kementrian Luar Negeri mempunyai beberapa fungsi,
diantara lain:
a.
Memagari potensi disintegrasi bangsa
b.
Upaya membantu pemulihan ekonomi
c. Upaya
peningkatan citra Indonesia
d. Meningkatkan
kualitas pelayanan dan perlindungan Warga negara Indonesia /WNI dan kepentingan Indonesia
a.
Struktur dan Tugas Kementrian Luar Negeri
- Sekretariat Jendral
Sekretariat
jenderal (disingkat Setjen) adalah unsur pembantu pemimpin dalam kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, kegiatan,
administrasi, dan sumber daya di lingkungan kementeriannya. Sekretariat
jenderal dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal.
Tugas dan
fungsi setjen bervariasi antar kementerian. Namun pada umumnya, sekretariat
jenderal menyelenggarakan fungsi koordinasi kegiatan, penyelenggaraan
pengelolaan administrasi umum untuk mendukung kelancaraan pelaksanaan tugas dan
fungsi, serta penyelenggaraan hubungan kerja di bidang administrasi dengan
lembaga terkait.
Beberapa biro
yang dibawai oleh Sekretariat Jendral, adalah:
a)
Biro Administrasi Menteri
Saat ini, dipimpin oleh Robert Matheus Michael Tene. Biro Administrasi
Menteri atau yang sering disingkat sebagai BAM mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Sekretariat Jenderal dalam mengkoordinasikan penghimpunan dan
penyajian naskah dan informasi, pelaksanaan kebijakan Menteri Luar Negeri,
hubungan kerja dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah serta
penyelenggaraan acara, kegiatan, protokol, keamanan, tata usaha dan kerumahtanggaan
Menteri Luar Negeri.
b)
Biro Administrasi Kementerian dan Perwakilan
Biro ini dipimpin oleh Anita Lidya Luhulima, yang mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Sekretariat Jenderal di bidang pelayanan administrasi bagi Sekretariat Jenderal, Staf Ahli Menteri, Pejabat Khusus,
Kepala Perwakilan RI, dan Konsul Kehormatan, dan
melaksanakan koordinasi hubungan kerja antarlembaga, penyusunan naskah
peraturan perundang-ndangan, dan pelaksanaan ketatausahaan kementerian.
c)
Biro Perencanaan dan Organisasi
Biro ini yang juga sering dikenal sebagai BPO, dipimpin oleh Hersindaru Arwityo Ibnu Wiwoho Wahyutomo. Biro ini
mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat Jenderal untuk mengkoordinasikan perumusan
kebijakan Kementerian Luar Negeri, penyusunan rencana dan program kerja,
anggaran, kelembagaan, dan ketatalaksanaan, serta evaluasi kinerja Kementerian
Luar Negeri dan Perwakilan RI.
Inspektorat
jenderal (disingkat Itjen) adalah unsur pengawas pada kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas di lingkungan kementeriannya. Inspektorat jenderal dipimpin
oleh seorang inspektur jenderal.
Tugas dan
fungsi itjen bervariasi antar kementerian. Namun pada umumnya, inspektorat
jenderal menyelenggarakan fungsi pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan
kegiatan administrasi umum, keuangan, dan kinerja; pelaporan hasil pengawasan dan pemeriksaan, serta
pemberian usulan tindak lanjut temuan pengawasan dan pemeriksaan; pemantauan
dan evaluasi atas tindak lanjut temuan pengawasan dan pemeriksaan; serta
pengembangan dan penyempurnaan sistem pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan
terhadap semua pelaksanaan tugas unsur kementerian agar dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan berdasarkan kebijakan menteri dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang bersifat rutin maupun tugas
pembangunan.
Inspektorat jendral terbagi atas:
a)
Inspektorat Wilayah I
b)
Inspektorat Wilayah II
c)
Inspektorat Wilayah III
d)
Inspektorat Wilayah IV
- Direktorat Jendral
Direktorat Jenderal (disingkat Ditjen) adalah unsur pelaksana pada kementerian yang mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidangnya. Direktorat
jenderal dipimpin oleh direktur jenderal (disingkat dirjen) yang berada dalam Kementerian di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Direktorat Jendral terbagi
atas:
d. Multilateral
4. Badan
II. 2 Perwakilan Diplomatik di Luar Negeri
Bagi Indonesia, sesuai dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 tahun 1976, tugas pokok Perwakilan Diplomatik adalah:
a. Mewakili Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negarapenerima atau organisasi internasional.
b. Melindungi kepentigan negara dan warga negara Republik Indonesia dengan
penerima sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang ditetapkan dengan berdasarkan perundangan-undangan
yang berlaku.
b. Tingkatan
perwakilan diplomatik
Perwakilan Diplomatik suatu negara dipimpin oleh seorang
diplomat. Jabatan Kepala Perwakilan Diplomatik yang tertinggi ialah Duta Besar
(Ambassador). Ambassador mewakili negara dalam mengurusi kepentingan publik
yang disebut dalam kualitas sebagai negara.
Berdasarkan keputusan Konggres di Wina, 1961 disepakati
adanya tiga tingkat Kepala Perwakilan Diplomatik, yaitu:
a. Duta Besar (Ambassador)
b. Duta Berkuasa Penuh (Minister Plenipotentiary)
c. Kuasa Usaha (Charge d'affaires).
c. Perwakilan
konsuler
Dalam arti nonpolitis, hubungan RI dengan negara
lain diwakili oleh korps konsuler. Menurut Konvensi Wina tahun 1963, tata
urutan kepangkatan perwakilan konsuler adalah sebagai berikut:
a. Konsul Jenderal, membawahi beberapa konsul
yang ditempatkan di ibu kota negara
tempat is bertugas.
b. Konsul dan
Wakil Konsul, mengepalai satu kekonsulan yang kadang-kadang diperbantukan
kepada konsul jenderal. Wald' konsul diperbantukan kepada konsul atau konsul
jenderal yang kadang diserahi pimpinan kantor konsuler.
c. Agen Konsul,
diangkat oleh konsul jenderal dengan tugas untuk mengurus hal-hal yang bersifat
terbatas dan berhubungan dengan kekonsulan. Agen konsul ditugaskan di kota-kota
yang termasuk kekonsulan
d. Fungsi dan
tugas perwakilan diplomatik dan konsuler
a. perwakilan
diplomatik
Fungsi perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961
adalah mewakili negara pengirim di negara penerima untuk hal-hal berikut:
1) Melindungi segala kepentingan negara pengirim dan
warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum
internasional.
2) Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara
penerima
3) Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan
negara penerima dengan cara yang diizinkan undang-undang dan melaporkan kepada
pemerintah negara pengirim.
4) Memelihara hubungan persahabatan antara negara
pengirim dan negara penerima dan mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaah,
dan ilmu pengetahuan.
Secara umum,
tugas perwakilan diplomatik adalah sebagai berikut:
1) Menjamin
efisiensi dari perwakilan asing di suatu Negara
2) Menciptakan
pengertian bersama (good will)
3) Memelihara
dan melindungi kepentingan negara dan warga negaranya di negara penerima
b.
Perwakilan Konsuler
Perwakilan konsuler memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Melaksanakan usaha peningkatan hubungan dengan negara
penerima di bidang perekonotnian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan, dan
ilmu pengetahuan.
2) Melindungi kepentingan nasional negara dan warga negara
yang berada dalam wilayah kerjanya.
3) Melaksanakan pengamatan, penilaian, dan pelaporan.
4) Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan'terhadap warga
negara di wilayah kerjanya.
5) Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler
protokol dan komunikasi.
6) Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan,
perlengkapan dan urusan rumah tangga perwakilan konsuler.
Adapun
tugas-tugas yang berhubungan dengan kekonsulan antara lain mencakup bidang
berikut.
1) Bidang Ekonomi,
menciptakan tata ekonomi dunia ban' dengan menggalakkan ekspor komoditas
nonmigas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan, pelaksanaan perjanjian
perdagangan dan lain-lain.
2) Bidang
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, seperti tukar-menukar pelajar, mahasiswa, dan
lain-lain
3) Bidang-bidang
lain seperti hal berikut :
a) Memberikan
paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa atau dokumen
kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim.
b) Bertindak
sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administrasi
lainnya.
c) Bertindak
sebagai subjek hukum dalam praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di
negara penerima.
BAB III
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB, bahasa Inggris: United Nations, disingkat UN) adalah organisasi
internasional yang
didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional.
Badan ini merupakan pengganti Liga
Bangsa-Bangsa dan didirikan
setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa. Pada saat
didirikan, PBB memiliki 51 negara anggota; saat ini terdapat 193 anggota.
Selain negara anggota, beberapa organisasi internasional dan organisasi
antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat permanen yang mempunyai kantor di
Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus sebagai pengamat. Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota (non-member states)
dan termasuk pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil permanen di PBB,
sedangkan Palestina mempunyai kantor permanen di PBB)
Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa terletak di Manhattan, New York City, dan memiliki hak ekstrateritorialitas. Kantor utama lain terletak di Jenewa, Nairobi, dan Wina. Organisasi
ini di danai dari sumbangan yang ditaksir dan sukarela dari negara-negara
anggotanya. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia,
memajukan dan mendorong penghormatan hak asasi manusia, membina pembangunan
ekonomi dan sosial, melindungi lingkungan, dan menyediakan bantuan kemanusiaan
apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata. PBB memiliki
enam bahasa resmi, yaituArab, Tionghoa, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol.
e. Fungsi
Perserikatan Bangsa-bangsa
Fungsi PBB sebagai sebuah lembaga internasional dapat
dilihat dari seberapa besar guna atau manfaat yang telah diberikan kepada
masyarakat internasional. Sebagaimana sejarah kelahirannya, PBB diharapkan dapat
menjalankan fungsinya, yaitu sebagai berikut.
1.
Fungsi proteksi, yaitu PBB berusaha memberikan
perlindungan kepada seluruhanggota.
2.
Fungsi integrasi, yaitu PBB sebagai wadah atau forum
untuk membina persahabatan dan persaudaraan bangsa-bangsa.
3.
Fungsi sosialisasi, yaitru PBB sebagai sarana untuk
menyampaikan nilai – nilaidan norma kepada semua anggota.
4.
Fungsi pengendali konflik , yaitu PBB sebagai lembaga
internasional diharapkandapat mengendalikan konflik – konflik yang muncul dari
sesame anggotasehingga tidak sampai menimbulkan ketegangan dan peperangan
sesame anggota PBB.
5.
Fungsi kooperatif , yaitu PBB sebagai lembaga internasional
diharapkan mampu membina/ mendorong kerja sama di segala bidang antar bangsa di
dunia.
6.
Fungsi negoisasi, yaitu PBB diharapkan dapat
memfasilitasi perundingan-perundingan antarnegara untuk membentuk hukum, baik
yang bersifat umum maupun khusus.
7.
Fungsi arbitrase, yaitu PBB hendaknya dapat menyelesaikan
masalah-masalah secara hukum yang timbul dari sesama anggota sehingga tidak
menjadi masalahyang berkepanjangan yang dapat mengganggu perdamaian dunia.
Peran yang dimainkan oleh PBB, sejak berdirinya sampai sekarang, dapat kita
lihat pada bidang-bidang yang telah dilakukan sesuai dengan tugas danfungsinya,
sebagai berikut.
f. Struktur dan
Tugas Perserikatan Bangsa-Bangsa
- Majelis Umum
Majelis Umum
adalah majelis permusyawaratan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terdiri dari
semua negara anggota PBB, majelis bertemu setiap tahun di bawah pimpinan yang
dipilih dari negara-negara anggota. Selama periode dua minggu awal setiap sesi,
semua anggota memiliki kesempatan untuk berpidato di hadapan majelis. Biasanya
Sekretaris Jenderal melakukan pidato pertama, diikuti oleh pimpinan dewan.
Sidang pertama diadakan pada tanggal 10 Januari 1946 di Westminster Central
Hall di London dan dihadiri oleh wakil dari 51 negara.
Ketika Majelis
Umum mengadakan pemilihan pada masalah-masalah penting, minimal diperlukan dua
pertiga suara dari seluruh anggota yang hadir. Contoh masalah penting ini
termasuk: rekomendasi tentang perdamaian dan keamanan; pemilihan anggota untuk
badan PBB; pemasukan, suspensi, dan pengusiran anggota; dan hal-hal anggaran.
Sedang masalah-masalah lain yang ditentukan cukup oleh suara mayoritas. Setiap
negara anggota memiliki satu suara. Selain hal-hal persetujuan anggaran,
resolusi tidak mengikat pada anggota. Majelis dapat membuat rekomendasi mengenai
setiap masalah dalam lingkup PBB, kecuali masalah perdamaian dan keamanan yang
berada di bawah pertimbangan Dewan Keamanan.
- Dewan Keamanan
Dewan Keamanan
ditugaskan untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar Negara. Jika organ-organ
lain dari PBB hanya bisa membuat 'rekomendasi' untuk pemerintah negara anggota,
Dewan Keamanan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang mengikat bahwa
pemerintah negara anggota telah sepakat untuk melaksanakan, menurut ketentuan Piagam
Pasal 25. Keputusan Dewan dikenal sebagai Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Dewan Keamanan
terdiri dari 15 negara anggota, yang terdiri dari 5 anggota tetap—Tiongkok,
Prancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat—dan 10 anggota tidak tetap, saat
ini, Bosnia dan
Herzegovina, Brasil,
Kolombia, Gabon, Jepang, India, Lebanon, Nigeria, Portugal, dan Afrika Selatan.
Berikut adalah gambaran kursi anggota Dewan Keamanan, baik
tetap dan tidak tetap (untuk masa jabatan 2013 dan 2014):
Lima anggota
tetap memegang hak veto terhadap resolusi substantif tetapi tidak prosedural,
dan memungkinkan anggota tetap untuk memblokir adopsi tetapi tidak berkuasa
untuk memblokir perdebatan resolusi tidak dapat diterima untuk itu. Sepuluh
kursi sementara diadakan selama dua tahun masa jabatan dengan negara-negara
anggota dipilih oleh Majelis Umum secara regional. Presiden Dewan Keamanan
diputar secara abjad setiap bulan.
- Sekretariat
Sekretariat PBB dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal PBB, dibantu oleh suatu staf pegawai sipil internasional dari seluruh
dunia. Tugas utama seorang Sekretaris-Jenderal adalah menyediakan penelitian,
informasi, dan fasilitas yang diperlukan oleh badan-badan PBB untuk pertemuan
mereka. Dia juga membawa tugas seperti yang diperintahkan oleh Dewan Keamanan
PBB, Majelis Umum PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, dan badan PBB lainnya.
Piagam PBB menjelaskan bahwa staf yang akan dipilih oleh penerapan
"standar tertinggi efisiensi, kompetensi, dan integritas," dengan
memperhatikan pentingnya merekrut luas secara geografis.
Tugas Sekretaris-Jenderal termasuk membantu menyelesaikan sengketa
internasional, administrasi operasi penjaga perdamaian, menyelenggarakan
konperensi internasional, mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan keputusan
Dewan Keamanan, dan konsultasi dengan pemerintah anggota mengenai berbagai
inisiatif. Sekretariat kunci kantor di daerah ini termasuk Kantor Koordinator
Urusan Kemanusiaan dan Departemen Operasi Penjaga Perdamaian.
Sekretaris-Jenderal dapat membawa kepada perhatian Dewan Keamanan setiap
masalah yang, menurut nya, bisa mengancam perdamaian dan keamanan
internasional.
- Sekretaris Jendral
Sekretariat
dipimpin oleh Sekretaris
Jenderal PBB, yang
bertindak sebagai juru bicara de facto dan pemimpin PBB. Sekretaris
Jenderal saat ini Ban Ki-moon, yang mengambil alih dari Kofi Annan pada tahun 2007 dan akan memenuhi syarat untuk
pengangkatan kembali ketika masa jabatan pertamanya berakhir pada tahun 2011.
Dibayangkan
oleh Franklin D.
Roosevelt sebagai
"moderator dunia", posisi ini ditetapkan dalam Piagam PBB sebagai
"kepala pegawai administrasi" organisasi, tetapi Piagam juga
menyatakan bahwa Sekretaris Jenderal dapat membawa ke perhatian Dewan Keamanan
"setiap masalah yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional”, memberikan ruang lingkup yang lebih
besar untuk posisi aksi di panggung dunia. Posisi ini telah berkembang menjadi
peran ganda dari administrator organisasi PBB, dan seorang diplomat dan
mediator menangani yang sengketa antara negara-negara
anggota dan menemukan
konsensus dalam menangani isu-isu global.
- Mahmakah Internasional
Pengadilan Internasional (ICJ), yang terletak di Den Haag, Belanda, adalah badan peradilan utama
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Didirikan pada tahun 1945 oleh Piagam PBB,
Pengadilan mulai bekerja pada tahun 1946 sebagai penerus ke Mahkamah Tetap
Kehakiman Internasional. Statuta Mahkamah Internasional, mirip dengan
pendahulunya, adalah dokumen utama yang merupakan konstitusional dan mengatur
Pengadilan.
Sebuah pengadilan yang terkait, Mahkamah
Pidana Internasional (ICC), mulai beroperasi pada tahun 2002 melalui
diskusi internasional yang diprakarsai oleh Majelis Umum. Ini adalah pengadilan
internasional pertama tetap dikenakan dengan mencoba mereka yang melakukan
kejahatan yang paling serius di bawah hukum internasional, termasuk kejahatan
perang dan genosida. ICC secara fungsional independen dari PBB dalam hal
personel dan pendanaan, tetapi beberapa pertemuan badan ICC yang mengatur,
Majelis Negara Pihak pada Statuta Roma, diadakan di PBB. Ada "hubungan
perjanjian" antara ICC dan PBB yang mengatur bagaimana kedua lembaga
menganggap satu sama lain secara sah.
- Dewan Ekonomi dan Sosial
Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) membantu Majelis Umum dalam
mempromosikan kerjasama ekonomi dan sosial internasional dan pembangunan.
ECOSOC memiliki 54 anggota, yang semuanya dipilih oleh Majelis Umum untuk masa
jabatan tiga tahun. Presiden dipilih untuk jangka waktu satu tahun dan dipilah
di antara kekuatan kecil atau menengah yang berada di ECOSOC. ECOSOC bertemu
sekali setahun pada bulan Juli untuk sesi empat minggu. Sejak tahun 1998, ia
telah mengadakan pertemuan lain setiap bulan April dengan menteri keuangan yang
menduduki komite kunci dari Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF). Dilihat terpisah dari badan-badan khusus yang
ia koordinasi, fungsi ECOSOC mencakup pengumpulan informasi, menasihati negara
anggota, dan membuat rekomendasi. Selain itu, ECOSOC mempunyai posisi yang baik
untuk memberikan koherensi kebijakan dan mengkoordinasikan fungsi tumpang
tindih dari badan anak PBB dan dalam peran-peran inilah ECOSOC yang paling
aktif.
- Lembaga Khusus
Ada banyak
organisasi dan badan-badan PBB yang berfungsi untuk bekerja pada isu-isu
tertentu. Beberapa lembaga yang paling terkenal adalah Badan Energi
Atom Internasional, Organisasi
Pangan dan Pertanian, UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa), Bank Dunia dan Organisasi
Kesehatan Dunia.
Hal ini
melalui badan-badan PBB yang melakukan sebagian besar pekerjaan kemanusiaan.
Contohnya termasuk program vaksinasi massal (melalui WHO), menghindari kelaparan dan gizi buruk (melalui karya WFP) dan
perlindungan masyarakat rentan dan pengungsi (misalnya, oleh UNHCR).
Piagam PBB
menyatakan bahwa setiap organ utama PBB dapat membangun berbagai badan khusus
untuk memenuhi tugasnya.
Lembaga khusus PBB
|
|||
No.
|
Akronim
|
Bendera
|
Lembaga
|
1
|
FAO
|
|
|
2
|
IAEA
|
|
|
3
|
ICAO
|
|
|
4
|
IFAD
|
|
|
5
|
ILO
|
|
|
6
|
IMO
|
|
|
7
|
IMF
|
|
|
8
|
ITU
|
|
|
9
|
UNESCO
|
|
|
10
|
UNIDO
|
|
|
11
|
UNWTO
|
|
|
12
|
UPU
|
|
BAB IV
KONVENSI WINA 1961
MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK
Negara-negara
Pihak pada Konvensi ini, ......
Menyadari bahwa tujuan-tujuan hak-hak istimewa dan kekebalan hukum
tidaklah untuk keuntungan individu akan tetapi untuk menjamin pelaksanaan yang
efisien fungsi-fungsi misi-misi diplomatik dalam mewakili Negara-Negara.
Menegaskan bahwa aturan hukum kebiasaan internasional tetap terus
mengatur masalah-masalah yang tidak secara
tegas diatur oleh ketentuan-ketentuan Konvensi ini.
Telah menyetujui sebagai berikut :
Pasal 1
Untuk tujuan Konvensi ini, istilah-istilah
berikut akan mempunyai arti yang disebutkan di bawah ini untuk istilah-istilah
tersebut :
(a). “Kepala misi” adalah orang yang diberi
tugas oleh Negara pengirim dengan tegas untuk bertindak di dalam kapasitas
sebagai kepala misi.
(b). “Anggota misi” adalah kepala misi dan
anggota-anggota staf misi.
(c). “Anggota-anggota staf misi” adalah
anggota-anggota staf diplomatik, anggota-anggota staf administratif dan teknik
dan anggota staf pelayan dari misi.
(d). “Anggota staf diplomatik” adalah
anggota-anggota staf daripada misi yang mempunyai tingkatan diplomatik.
(e). “Agen diplomatik” adalah kepala misi
atau seorang anggota staf diplomatik dari misi.
(f). “Anggota staf teknik dan administratif”
adalah anggota-anggota staf misi yang dipekerjakan di dalam pelayanan teknik
dan administratif dari misi.
(g). “Anggota staf pelayan” adalah
anggota-anggota staf misi di dalam pelayanan domestik daripada misi.
(h). “Pelayan pribadi” adalah orang yang di
dalam pelayanan domestik dari seorang anggota misi dan yang bukan pegawai
Negara pengirim misi.
(i). “Gedung misi” adalah bangunan atau
bagian dari bangunan dan tanah yang menyokongnya, tak memandang pemilikannya,
dipergunakan untuk tujuan-tujuan misi termasuk tempat kediaman kepala misi.
Pasal 9
1. Negara
penerima boleh setiap saat dan tanpa harus menerangkan keputusannya,
memberitahu Negara pengirim bahwa kepala misinya atau seseorang anggota staf
diplomatiknya adalah persona non grata atau bahwa anggota lainnya dari
staf misi tidak dapat diterima. Dalam hal seperti ini, Negara pengirim, sesuai
dengan mana yang layak, harus memanggil orang tersebut atau mengakhiri
fungsi-fungsinya di dalam misi. Seseorang dapat dinyatakan non grata
atau tidak dapat diterima sebelum sampai di dalam teritorial Negara penerima
.........
Pasal 22
1. Gedung misi tidak dapat diganggu gugat
(inviolabel). Pejabat-pejabat dari Negara penerima tidak boleh memasukinya,
kecuali dengan persetujuan kepala misi.
2. Negara penerima di bawah kewajiban khusus
untuk mengambil semua langkah yang perlu untuk melindungi gedung misi terhadap
penerobosan atau perusakan dan untuk mencegah setiap gangguan perdamaian misi
atau perusakan martabatnya.
3. Gedung misi, perlengkapannya dan
barang-barang lainnya di sana serta alat-alat
transport misi kebal terhadap penyelidikan, pengambilalihan, penglengkapan
atau eksekusi.
Pasal 23
Pengecualian
dari pajak di tempat misi
Pasal 24
Arsip-arsip dan dokumen-dokumen misi tidak
dapat diganggu gugat (inviolabel) kapan pun dan dimana pun benda-benda itu
berada.
Pasal 25
Negara penerima harus memberikan kemudahan
yang penuh untuk pelaksanaan fungsi-fungsi misi.
Pasal 26
Tunduk pada hukum dan peraturan mengenai
larangan masuk pada daerah tertentu atau yang diatur karena alasan-alasan
keamanan nasional.Negara penerima harus menjamin semua anggota misi kebebasan
bergerak dan bepergian di dalam wilayahnya.
Pasal 27
1. Negara
penerima harus mengijinkan dan melindungi kemerdekaan berkomunikasi pada
pihak misi untuk tujuan-tujuan resminya. Di dalam berkomunikasi dengan
Pemerintah, misi-misi dan konsulat-konsulat, dari Negara pengirim, dimanapun
beradanya, misi boleh menggunakan semua sarana yang pantas, termasuk kurir
diplomatik dan pesan-pesan dengan sandi atau kode. Namun demikian, misi boleh
menggunakan dan memasang pemancar radio hanya dengan persetujuan dari Negara
penerima.
2. Korespondensi
resmi daripada misi tidak dapat diganggu gugat. Korespondensi resmi
adalah semua korespondensi yang berhubungan dengan misi dan fungsi-fungsinya.
3. Tas diplomatik tidak boleh dibuka atau
ditahan.
4. Paket yang ada di dalam tas diplomatik
harus memperlihatkan tanda yang jelas dapat terlihat dari luar yang menunjukkan
sifatnya dan hanya boleh berisi dokumen-dokumen diplomatik atau barang-barang
yang diperuntukkan bagi kegunaan resmi daripada misi .......
Pasal 29
Orang agen diplomatik tidak dapat diganggu
gugat (inviolabel). Ia tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk apapun
dari penahanan atau penangkapan. Negara penerima harus memperlakukannya dengan
hormat dan harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah setiap
serangan terhadap badannya, kebebasannya atau martabatnya.
Pasal 30
1. Tempat kediaman pribadi agen diplomatik
menikmati inviolabilitas dan perlindungan yang sama seperti gedung misi.
2. Kertasnya, korespondensinya, dan kecuali
ditentukan di dalam ayat 3 Pasal 31, barang-barangnya, juga menikmati
inviolabilitas.
Pasal 31
1. Seorang agen diplomatik kebal dari
yurisdiksi kriminil Negara penerima. Dia juga kebal dari yurisdiksi sipil dan
administratif kecuali dalam hal :
(a) Suatu perkara yang berhubungan dengan
barang-barang tetap yang terletak di dalam wilayah Negara penerima, tanpa ia
memegangnya itu untuk pihak Negara pengirim untuk tujuan-tujuan misi;
(b) Suatu perkara yang berhubungan dengan
suksesi di mana agen diplomatik termasuk sebagai eksekutor, administrator, ahli
waris atau legate sebagai orang privat dan tidak untuk pihak Negara Pengirim;
(c) Suatu perkara yang berhubungan dengan
setiap kegiatan professional atau dagang yang dijalankan oleh agen diplomatik
di dalam Negara penerima dan diluar fungsi resminya.
2. Seorang agen diplomatik tidak berkewajiban
menjadi saksi untuk memberikan bukti.
3. Tiada tindakan eksekusi boleh diambil
terhadap agen diplomatik kecuali di dalam hal-hal yang masuk di dalam sub ayat
(a), (b) dan (c) dari ayat 1 pasal ini, dan dengan syarat bahwa tindakan itu
dapat diambil tanpa melanggar inviolabilitas orangnya atau tempat kediamannya.
4. Kekebalan agen diplomatik dari yurisdiksi
Negara penerima tidak membebaskannya dari yurisdiksi Negara pengirim.
Pasal 32
1. Kekebalan dari yurisdiksi bagi agen-agen
diplomatik dan orang-orang yang menikmati kekebalan di dalam Pasal 37 dapat
ditanggalkan oleh Negara pengirim.
2. Pelepasan kekebalan haruslah dinyatakan
dengan tegas.
3. Pemulaian sidang oleh agen diplomatik atau
oleh seseorang yang mendapat kekebalan terhadap yurisdiksi menurut Pasal 37
akan menghalanginya untuk pengajuan kekebalan terhadap yurisdiksi dalam hal
tuntutan balik yang secara langsung berhubungan dengan gugatan pokok.
4. Penanggalan kekebalan dari yurisdiksi
dalam hal sidang-sidang sipil atau administratif tidak dapat dipegang untuk
menyatakan secara tak langsung adanya penanggalan kekebalan dalam hal eksekusi
keputusan, yang untuk mana suatu penanggalan terpisah diperlukan.
Pasal 34
Pembebasandaripajakagendiplomatik
Pasal 36
Pembebasan dari bea cukai untuk misi
diplomatik dan agen-agen dan keluarga mereka.
Pasal 37
1. Anggota-anggota keluarga agen diplomatik
yang membentuk rumah tangganya, jika mereka ini bukan warga negara Negara
penerima, mendapat hak-hak istimewa dan kekebalan hukum yang disebutkan di
dalam Pasal 29 sampai 36.
2. Anggota staf administratif dan teknik
daripada misi, bersama-sama dengan anggota keluarga mereka yang membentuk rumah
tangga mereka masing-masing, jika mereka itu bukan warga negara dari atau tidak
menetap secara permanen di Negara penerima, mendapat hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum yang ditentukan di dalam Pasal 29 sampai 35, kecuali bahwa
kekebalan terhadap yurisdiksi administratif dan sipil Negara penerima di dalam
ayat 1 Pasal 31 tidak akan meluas sampai ke perbuatan-perbuatan yang dilakukan
diluar pelaksanaan tugas mereka. Mereka juga mendapat hak-hak istimewa di dalam
Pasal 36 ayat 1, atas barang-barang yang dimasukkan pada saat pertama kali
penempatan mereka.
3. Anggota staf pelayan misi yang bukan warga
negara dari atau tidak berdiam menetap di Negara penerima mendapat kekebalan
atas perbuatan yang dilakukan di dalam tugas-tugas mereka, pembebasan dari
iuran dan pajak atas pembayaran yang diterimanya dari pekerjaannya itu serta
pembebasan yang ada di dalam Pasal 33.
4. Pelayan pribadi daripada misi, jika mereka
itu bukan warga negara atau tidak berdiam menetap di Negara penerima, mendapat
pembebasan dari iuran dan pajak atas pembayaran yang diterimanya dari kerjanya
itu. Di dalam hal lain, mereka hanya mendapat hak-hak istimewa dan kekebalan
hukum seluas yang diakui oleh Negara penerima. Namun demikian, Negara penerima
harus melakukan yurisdiksinya atas orang-orang itu sedemikian rupa sehingga
tidak mencampuri secara tidak sah pelaksanaan fungsi-fungsi misi.
Pasal 38
1. Kecuali sejauh hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum tambahan dapat diberikan oleh
Negara penerima, seorang agen diplomatik yang berkewarganegaraan dari
atau yang secara permanen menetap di dalam Negara penerima mendapat hanya
kekebalan terhadap yurisdiksi, dan inviolabilitas, atas perbuatan resmi yang
dilakukan dalam fungsi-fungsinya.
2. Anggota
lainnya dari staf misi dan pelayan-pelayan pribadi yang berkewarganegaraan
dari atau berdiam menetap di Negara penerima mendapat hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum hanya sejauh yang diakui oleh Negara penerima. Namun demikian
Negara penerima harus melakukan yurisdiksi atas orang-orang tersebut sedemikian
rupa sehingga tidak akan mencampuri secara tidak sah pelaksanaan fungsi-fungsi
misi.
Pasal 39
1. Setiap orang yang berhak akan kekebalan
hukum dan hak-hak istimewa akan mendapatnya sejak saat ia memasuki wilayah
Negara penerima dalam proses menempati posnya, atau jika ia sudah di dalam
wilayahnya, sejak saat pengangkatannya itu diberitahukan kepada Kementerian
Luar Negeri atau kementerian lainnya yang disetujui.
2. Kalau fungsi-fungsi dari orang yang
mendapat hak-hak istimewa dan kekebalan hukum itu berakhir, hak-hak istimewa
dan kekebalan hukum itu akan berakhir secara normal pada saat ia meninggalkan
Negara itu, atau pada saat berakhirnya suatu periode yang layak untuk demikian,
namun akan tetap ada sampai saat tersebut,
bahkan di dalam keadaan terjadinya konflik bersenjata. Meskipun begitu,
terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang ini di dalam pelaksanaan
fungsi-fungsinya sebagai seorang anggota misi, kekebalan akan terus ada .........
Pasal 40
1. Jika seorang agen diplomatik melewati atau
berada di dalam teritorial suatu Negara ketiga, yang telah memberinya visa
paspor jika visa demikian ini perlu, untuk menuju ke posnya atau kembali ke
posnya, atau pada saat kembali ke negaranya, Negara ketiga harus memberinya
inviolabilitas dan kekebalan lainnya yang diperlukan untuk menjamin transitnya
atau perjalanan pulangnya. Hal yang sama
berlaku pula dalam hal seorang anggota keluarganya yang mendapat hak-hak
istimewa dan kekebalan hukum menyertai agen diplomatik tersebut, atau bepergian
secara terpisah untuk mengikutinya atau untuk kembali ke Negara mereka.
2. Dalam hal-hal yang sama dengan yang
disebutkan di dalam ayat 1 pasal ini, Negara ketiga tidak boleh mengganggu
lewatnya staf administratif dan teknik atau staf pelayan daripada misi, dan
anggota-anggota keluarganya, melalui wilayahnya.
3. Terhadap korespondensi resmi dan
komunikasi resmi lainnya di dalam transit, termasuk pula pesan-pesan dengan
kode atau sandi, Negara ketiga harus memberikan kemerdekaan dan perlindungan
yang sama seperti yang diberikan oleh Negara penerima. Kepada kurir diplomatik
yang telah diberikan visa paspor jika visa demikian diperlukan, dan tas-tas
diplomatik di dalam transit itu, Negara ketiga memberikan inviolabilitas dan
perlindungan seperti yang Negara penerima misi itu terikat untuk memberikannya.
4. Kewajiban Negara ketiga di bawah ayat 1, 2
dan 3 pasal ini juga berlaku untuk orang-orang yang disebutkan masing-masing di
dalam ayat-ayat itu, dan untuk komunikasi resmi serta tas-tas diplomatic yang
keberadaannya di dalam wilayah Negara ketiga itu disebabkan karena force
majeure.
Pasal 41
1. Tanpa merugikan hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum mereka itu, adalah menjadi kewajiban semua orang yang menikmati
hak-hak istimewa dan kekebalan hukum itu untuk menghormati hukum dan peraturan
Negara penerima. Mereka juga berkewajiban tidak mencampuri masalah dalam negeri
Negara penerima tersebut ..............
3. Gedung misi tidak boleh dipergunakan dalam
cara yang tidak selaras dengan fungsi misi sebagaimana yang dituangkan di dalam
Konvensi ini atau oleh aturan-aturan umum hukum internasional atau oleh
perjanjian khusus yang berlaku di antara Negara pengirim dan Negara penerima.
Pasal 45
Jika hubungan diplomatik terputus di antara
dua Negara, atau jika suatu misi dipanggil kembali untuk sementara atau
seterusnya :
(a). Negara penerima harus, bahkan pada saat
terjadinya konflik bersenjata, menghormati dan melindungi misi, bersama-sama
dengan barang-barangnya dan arsip-arsipnya;
(b). Negara pengirim boleh mempercayakan
pemeliharaan gedung misi, bersama-sama dengan barang-barang dan arsip-arsipnya,
kepada suatu Negara ketiga yang dapat diterima oleh Negara penerima;
(c). Negara
pengirim boleh mempercayakan perlindungan atas kepentingan-kepentingannya
dan kepentingan-kepentingan
warganegara-warganegaranya kepada suatu Negara ketiga yang dapat
diterima oleh Negara pengirim.
Pasal 47
1. Di dalam penerapan ketentuan-ketentuan
Konvensi ini, Negara penerima tidak boleh mendiskriminasikan antara
Negara-negara :
2. Namun demikian, diskriminasi tidak akan
dianggap terjadi :
(a) Di mana Negara penerima menerapkan
sesuatu ketentuan Konvensi ini secara terbatas disebabkan oleh penerapan yang
terbatas ketentuan-ketentuan tersebut terhadap misinya di dalam Negara
pengirim;
(b) Di mana karena kebiasaan atau karena
perjanjian Negara-negara memperluas kepada mereka satu sama lainnya suatu
perlakuan yang lebih mengutamakan
(menguntungkan daripada yang disyaratkan oleh ketentuan-ketentuan
Konvensi ini).
Catatan :
1. Konvensi telah diadopsi pada Konferensi
PBB mengenai hubungan diplomatik dan immunitas di Viena Tahun 1961.
2. Yurisdiksi
kekebalan. Pada tahun 1985, terdapat 45.000 agen diplomatik di London,
15.000 diantaranya yang berhak atas kekebalan yurisdiksi. Pasal 37 (2) dari
konvensi, immunitas dari staff administratif dan teknik. Merupakan subjek dari
kesepakatan di Vienna. Beberapa negara telah membuat beberapa negara telah
membuat persyaratan setuju untuk mengizinkan kekebalan hanya diberikan dengan
syarat timbal-balik dan beberapa negara telah membuat persyaratan tidak
menerima sama sekali.
3. Pembatalan
kekebalan. Sebuah resolusi yang diadopsi di Vienna merekomendasikan
:
“Negara pengirim harus membatalkan kekebalan
anggota misi diplomatiknya terkait dengan klaim perdata atas orang-orang di
negara penerima ketika ini bisa dilakukan tanpa menghambat dijalankannya fungsi
misi itu, dan bahwa ketika kekebalan tidak dibatalkan, negara pengirim harus
melakukan upaya terbaik untuk menyelesaikan secara adil permasalahan klaim
itu”.
4. Misi dari alasan yang tidak dapat diganggu
gugat. Suatu amandemen terhadap Konvensi untuk permintaan atasan pada misi
untuk bekerja sama dengan kewenangan lokal dalam kasus kebakaran, epidemic atau
keadaan darurat ekstrim lainnya, yang tidak diadopsi pada Vienna. Dalam Komisi
Hukum Internasional telah disarankan bahwa lebih susah yang dipikirkan yaitu
suatu misi atasan yang ingin menjatuhkan untuk kerjasama pada keadaan darurat
dan bahwa ada sanksi yang pernyataannya persona non grata akan tersedia jika
dia melakukannya.
5. Perlindungan
dari tempat misi, "kewajiban khusus" untuk melindungi bangunan
dari misi yang ditetapkan dalam Pasal 22 dari konvensi sudah terbentuk dengan
baik dalam kebiasaan dan hukum internasional sangat penting saat ini ketika
membuktikan tempat nyaman pengaturan untuk demonstrasi politik.
6. Kebebasan komunikasi. Sebelum Konvensi
Tahun 1961, "itu sudah secara pasti diterima praktek internasional, dan
mungkin Hukum Internasional, bahwa dalam kasus-kasus luar biasa di mana negara
penerima memiliki alasan untuk mencurigai
penyalahgunaan" dia memiliki hak bertentangan sehubungan dengan
Kantong Diplomatik.
7. Dasar keistimewaan diplomatik.Dalam
komentar itu Draft Pasal Komisi Hukum Internasional, menyatakan :
a.Termasuk
teori-teori yang sudah memanfaatkan pengaruhnya pada perkembangan diplomatik
dan immunitas, komisi menyebutnya teori ‘exterritorialitas’ berdasarkan
bangunan misi yang mewakili sedikit perluasan wilayah pengiriman negara.
b.Sekarang ada
tiga teori muncul terkenal di masa-masa modern, namanya, teori ‘kebutuhan
fungsional’ yang membenarkan hak istimewa dan hak immunitas yang
memungkinkan misi itu untuk menjalankan fungsinya.
c.Komisi
diarahkan oleh tiga teori ini dalam menyelesaikan masalahnya dimana praktik
tidak memberikan petunjuk yang jelas, ketika membawa pemikiran-pemikiran karakter
representative pada kepala misi itu dan pada misi itu sendiri.
DIPLOMATIK AS DAN STAF KONSULER DALAM KASUS TEHERAN
U.S vs IRAN
Laporan ICJ 1980
Pada tanggal 4 Nopember 1979, ratusan pelajar
Iran dan para pendemo lain mengambil alih Kedutaan Besar AS di Teheran secara
paksa. Mereka memprotes ijin persaksian Shah
Iran ke AS atas perlakuan medisnya. Para pendemo tidak dihalang-halangi
oleh petugas keamanan Iran yang “sederhananya tidak muncul pada kejadian
itu”......
Konsulat AS diberbagai tempat di Iran
semuanya sibuk. Para demonstran masih melakukan pendudukan dan
menghakimi/memprotes Konsulat AS atas dasar suatu putusan. Mereka telah merebut
arsip dan dokumen-dokumen dan terus menahan 52 warga negara Amerika Serikat
(perempuan dan orang kulit hitam telah dibebaskan) 50 orang staf diplomatik
atau konsuler, dua orang warga negara sipil.
Dalam putusan sebelumnya, pengadilan telah
menunjukkan langkah-langkah sementara atas permintaan AS dalam putusan,
pengadilan memutuskan pada permintaan AS bagi sebuah deklarasi bahwa Iran
melanggar sejumlah perjanjian, termasuk tahun 1961 dan 1963 Konvensi Wina
tentang diplomatik dan hubungan konsuler. Hal ini juga meminta pernyataan
menyerukan pembebasan para sandera, evakuasi kedutaan dan konsulat, hukuman
dari orang yang bertanggung jawab dan pembayaran ganti rugi kerusakan. Pada
April 1980, untuk sementara kasus itu tertunda, pasukan militer AS memasuki
Iran melalui udara dan mendarat di wilayah padang pasir terpencil dalam
perjalanan dari upaya untuk menyelamatkan para sandera. Usaha ini ditinggalkan
karena kegagalan peralatan. Personil militer AS tewas dalam tabrakan udara dan
sebagian unit mundur. Tidak ada kerusakan maupun cedera atas fasilitas umum di
Iran.
Putusan Pengadilan
Kejadian-kejadian yang merupakan subjek klaim
Amerika Serikat jatuh ke dalam dua fase ....
57. Pertama .... mencakup serangan
bersenjata di Kedutaan Besar Amerika oleh militan pada 4 November 1979 …..
69. Tahap kedua peristiwa ... terdiri
dari seluruh rangkaian fakta-fakta yang terjadi setelah selesainya pendudukan
Kedutaan Besar Amerika Serikat oleh kaum militan, dan penyitaan dari Konsulat
di Tabriz dan Shiraz. Pendudukan telah terjadi dan personel diplomatik dan
konsuler dari misi Amerika Serikat yang telah disandera, diperlukan tindakan
dari pemerintah Iran dengan Konvensi Wina dan oleh hukum umum internasional
yang nyata.
70. Demikianlah tidak ada langkah yang
diambil oleh pemerintahan rakyat Iran.
……
95. Untuk alasan-alasan ini, Pengadilan 2
berbanding 13 suara
Memutuskan bahwa
Republik Islam Iran telah melanggar kewajiban-kewajibannya kepada
Amerika Serikat dibawah konvensi-konvensi internasional yang berlaku
diantara dua negara, serta dibawah aturan-aturan umum hukum internasional yang
telah lama dilaksanakan.
Catatan :
Pengadilan juga memutuskan (i)dengan suara
bulat, bahwa Iran harus dengan segera mengambil langkah-langkah untuk
mengembalikan situasi hasil dari kejadian 4
November 1979 termasuk melepaskan sandera-sandera dan mengembalikan gedung beserta halamannya, dokumen-dokumen dan
lain-lain kepada AS (ii)dengan 3 dari 12 suara bahwa Iran
berkewajiban untuk membuat persiapan kepada AS. Iran, yang mana berperan dalam
kemunduran laporan kerja, tidak mematuhi Putusan Pengadilan dengan rasa hormat.
Sandera-sandera akhirnya dilepaskan pada
Januari 1981 sebagai hasil penyelesaian yang dinegosiasikan dengan AS.
UU HAK-HAK ISTIMEWA DIPLOMATIK 1964
1. ......
7. ...... (1) Di mana perjanjian khusus atau
susunan antara Pemerintah Negara manapun dan Pemerintah Kerajaan Inggris yang
berlaku pada saat dimulainya Undang-Undang ini menyediakan untuk perpanjangan
….
(a) Kekebalan dari yurisdiksi dan dari
penangkapan atau penahanan, dan tidak dapat diganggu gugat dalam hal tempat
tinggal, seperti yang diberikan oleh UU ini pada agen diplomatik atau
(b) pembebasan dari bea cukai, pajak, dan
biaya terkait seperti yang diberikan oleh Undang-Undang ini sehubungan dengan
untuk penggunaan pribadi agen diplomatik;
Untuk beberapa kelas person, atau
untuk ketentuan penggunaan pribadi kelas person, dihubungkan dengan misi
Negara, bahwa kekebalan dan tidak dapat diganggu gugat atau pengecualian akan
begitu luas, asalkan perjanjian atau pengaturan terus berlaku.
EMPSON v SMITH
(1966) 1 T. B. 426. Pengadilan Banding
Tahun 1963, penggugat membawa perkara ke
pengadilan negara terhadap tergugat atas
pelanggaran dari sebuah perjanjian sewa-menyewa. Tindakan itu dipertahankan
setelah Departemen Hubungan Persemakmuran menyatakan bahwa tergugat adalah
seorang pegawai administrasi yang dipekerjakan oleh Komisaris Tinggi untuk
Kanada. Pada Desember 1964, pengajuan oleh penggugat, yang dibuat pada Agustus
1964, untuk penundaan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri, bersama-sama dengan
pengajuan oleh tergugat untuk memiliki surat perintah, yang dibuat pada bulan
November 1964, ditolak sebagai suatu pembatalan. Pada waktu itu Undang-Undang
Perlindungan Diplomatik telah mulai berlaku, pada tanggal 1 Oktober 1964.
Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan tergugat. Penggugat ke Pengadilan
Tinggi.
Ketika perbuatan itu dimulai pada bulan Maret
1963, tergugat berhak di bawah bagian 1 (1) (a) dari Undang-Undang tahun 1952
"kekebalan dari pengajuan gugatan dan proses hukum seperti yang diberikan
kepada anggota staf resmi seorang utusan dari kekuasaan kedaulatan asing”.
Dengan demikian, dia berhak selama ia tetap en poste untuk menyelesaikan
immunitas dari gugatan perdata di Kerajaan Inggris, baik sebagai tindakan yang
dilakukan dalam kapasitas atas nama pejabat pemerintah maupun menghormati
tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi ......
Jika tergugat diberlakukan sebelum berlakunya
Undang-Undang Perlindungan Diplomatik tahun 1964, tindakan penggugat diberhentikan
di sana karena tidak ada jawaban atas permohonannya. Tapi dia menunda hingga
November 1964. Pada tanggal itu hak kekebalannya dari perdata telah dibatasi
oleh UU yang berlaku di Kerajaan Inggris berdasarkan ketentuan-ketentuan
Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik
1961, terdapat dalam UU. Akibat dari penggabungan Pasal 31 dan 37
Konvensi dalam kekebalan misi anggota staf administratif dan staf teknis dari
yurisdiksi pengadilan Kerajaan Inggris tidak mencakup tindakan yang dilakukan
di luar saja dari tugasnya. Apakah ia berhak untuk immunitas dalam gugatan
tertentu tidak lagi tergantung hanya pada statusnya, tetapi juga pada subjek
masalah gugatan.
Ini adalah hukum dasar bahwa kekebalan
diplomatik tidak kebal dari tanggung jawab hukum tetapi kebal dari gugatan.
Jika otoritas yang diperlukan untuk hal ini, dapat ditemukan dalam Dickinson v.
Del Solar ... Statuta yang berkaitan dengan kekebalan diplomatik dari
prosedural perdata adalah prosedural statuta.
Peraturan tentang Hak-Hak Pribadi (Hak
Privat) tahun 1964, berlaku untuk tuntutan setelah tanggal undang-undang yang
diberlakukan sehubungan dengan tindakan yang dilakukan sebelum tanggal
tersebut. Karena itu, jika penggugat telah mengeluarkan keluhannya setelah 1
Oktober 1964, bukan sebelumnya, tindakan itu tidak dapat ditolak atas dasar hak
istimewa diplomatik kecuali dan sampai pengadilan telah memutuskan masalah :
“apakah tindakan tergugat tentang dugaan oleh penggugat yang merupakan penyebab
dilakukan tindakan di luar tugasnya sah”. Hal tersebut seyogyanya dapat
diperdebatkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh tergugat dalam hubungan dengan
sewa-menyewa tempat tinggal pribadinya di
London yang dilakukan oleh dia di luar tugas. Namun ini merupakan salah
satu yang dapat diputuskan hanya kepada bukti.
Hakim pengadilan merasa tidak perlu untuk
memahaminya secara mendalam. Dia menolak tindakan penggugat atas alasan-alasan
lain. Ia mengambil pandangan bahwa "adalah proses pembatalan pada saat
memulai, mereka tidak terpengaruh oleh peraturan tahun 1964 yang mulai berlaku
kemudian".
Hakim pengadilan tidak mengacu pada bagian 3 dari tindakan Keistimewaan Diplomatik, tapi pengacara tergugat di pengadilan sangat bergantung pada hal itu untuk mendukung dalil bahwa pengaduan Mrs Empson's itu batal ab initio. Tindakan Anne .... Telah berulang kali dianggap menerangkan hukum yang umum terjadi, dan oleh karena itu harus ditafsirkan sesuai dengan hukum umum yang dan hukum negara harus dianggap sebagai bagian lain. Diputuskan dalam Re Suarez bahwa terlepas bahwa tindakan surat perintah yang dikeluarkan di Pengadilan Tinggi terhadap seorang Duta Besar tidak batal ab initio. Kalau begitu, memang, mungkin bagi yang pernah hak untuk dibebaskan, seperti yang memutuskan dalam Kahan Federasi Pakistan tidak boleh ada surat pernyataan efektif sampai pengadilan benar-benar melakukan proses. Pembatalan adalah suatu usaha tidak diberikan kepada pihak lainnya dalam persidangan, tetapi ke pengadilan itu sendiri dapat efektif diberikan hanya setelah proses telah dimulai. Kasus Kahan adalah salah satu immunitas negara, tetapi diselesaikan dengan baik kekebalan diplomatik yang diatur oleh prinsip-prinsip yang sama ini diklaim oleh kepala misi atas nama negara.
Maka karena itu, sampai langkah-langkah yang
diambil untuk menyisihkan atau untuk mengabaikan tindakan pengaduan penggugat
bukan ketidaksahan : itu adalah pengaduan yang valid. Jika tergugat itu, dengan
izin dari Komisaris Tinggi, tampaknya sebelum 1 Oktober 1964, prosedural
penghalang untuk sidang akan dihapus.
Catatan :
1. Pertanyaan apakah pelanggaran dari
perjanjian sewa-menyewa oleh tergugat adalah sebuah tindakan "yang
dilakukan di luar tugas" soal fakta dengan sertifikat yang seorang
eksekutif bisa ditangani dan yang di atasnya seperti sertifikat akan meyakinkan
di bawah bagian 4 dari Undang-Undang Hak Istimewa Diplomatik ?
2. Empson V Smith menunjukkan satu hal di
mana perubahan UU tahun 1964 hukum Inggris sebelumnya dalam kekebalan
diplomatik. Memiliki aturan berikut pra-1964 juga telah berubah :
• Bahwa seorang agen diplomatik dapat
mengklaim kekebalan dalam tindakan sipil untuk pembayaran bunga pada penduduk
pribadinya.
• Bahwa seorang agen diplomatik dapat
mengklaim kekebalan dalam aksi sipil mengenai pribadinya kegiatan komersialnya.
• Bahwa negara Inggris diakreditasi sebagai
agen diplomatik untuk sebuah misi asing di Inggris Raya memiliki kekebalan dari
barang pembayaran non tarif kecuali sebaliknya telah ditunjukkan oleh
Pemerintah Inggris ketika dia diterima.
• Kekebalan itu dapat dianggap telah
dibebaskan oleh masuknya penampakan dalam suatu tindakan
BAB VI
PENUTUP
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 1982. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Depdikbud. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka Kaelan. 2003. Pendidikan pancasila.
Yogyakarta. Paradigma Manan, Bagir.
2003. Teori dan Politik Konstitusi. FH UII Press
Muchson AR. 2000. Dasar-dasar Pendidikan
Moral, Jurusan Pancasila dan Kewarganegaraan.
FIS UNY Moctar Kusumaatmadja, Etti R. Agoes.
2001. Pengantar Hukum Internasional.
Bandung. PT. Alumni Retno Listyarti,
Setiadi. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan, untuk SMK dan MAK Kelas XI. Jakarta:
Erlangga Soehardi. 2005.
Kamus Populer Kepolisian. Jakarta: Koperasi
Wira Raharja Suprapto, dkk. 2005.
Kewarganegaraan untuk SMA kelas 2.
Jakarta: Bumi Aksara Surbakti, Ramlan. 1992.
Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo
A. Hakim. 2005. Intisari Kewarganegaraan untuk SMA. Bandung: CV Pustaka Setia
Labels
Makalah
Software Bell Sekolah very informative and inspiring. Visit us!
BalasHapus